BoboSyantik - menjelang
kelahiran anak pertama saya, ayah mertua meninggal. Keluarga besar istri saya
sangat terpukul. Terutama ibu mertua dan Rosi. Kedua perempuan ini memang yang
paling dekat dengan almarhum. Rumah ini terasa murung berhari-hari lamanya.
Tetapi segalanya berangsur pulih setelah selamatan 40 hari dilaksanakan.
Semuanya sudah bisa menerima kenyataan, bahwa semua pada akhirnya harus
kembali. Apalagi semenjak anak saya lahir, tiga bulan setelah kematian
almarhum.
Wik Wik Wik ah ahh ahhh Sama Mertuaku
Rumah ini kembali menemukan kehangatannya. Seisi rumah dipersatukan
dalam kegembiraan. Bayi lucu itu menjadi pusat pelampiaskan kasih sayang. Saya
juga semakin mencintai istri saya. Tapi dalam urusan tempat tidur tidak ada
yang berubah. Seringkali saya tergoda untuk mencari pelampiasan dengan wanita
PSK terutama jika teman-teman sekantor mengajak. Namun saya tak pernah bisa.
Sekali waktu saya diajak kawan ke sebuah salon esek-esek. Saya pikir tidak ada
salahnya untuk sekedar tahu. Salon itu terletak di sebuah kompleks pasar.
Kapsternya sekitar 15 orang. Masih muda-muda, cantik, dan seksi dengan celana
pendek dan tank top di tubuhnya. Para pengunjung seluruhnya laki-laki, walaupun
di papan nama tertulis salon itu melayani pria dan wanita.dilansir dari
bobosyantik.blogspot.com
Di salon itu para pria minta layanan lulur, dan konon, di dalam ruang
lulur itulah percintaan dilakukan. Sungguh aneh, saya tidak birahi. Benak saya
dipenuhi pikiran bahwa perempuan-perempuan itu telah dirajam oleh puluhan penis
laki-laki. Mungkin ketika seorang pria menyetubuhinya, saat itu masih ada
sisa-sisa sperma milik pria-pria lain. Inilah yang membuat saya tak pernah bisa
menerima diri saya bersetubuh dengan perempuan PSK. Jadi bukan alasan moral.
Saya lebih suka onani sambil membayangkan perempuan-perempuan lain.
Ketika anak saya berumur tiga bulan, istri saya sudah mulai masuk kerja
dan kegiatan luar kota tetap dijalankan seperti biasa. Dia sudah dipromosikan
dalam jabatan supervisor. Istri saya tampak senang dengan jabatan barunya, dan
makin giat bekerja.
Tioap kali ke luar kota anak saya diasuh tante-tantenya. Rosi atau
Mayang atau kadang-kadang Mak Jah. Hanya jika makan (bubur bayi) saja
tante-tantenya tidak sabaran. Mereka tak sanggup menyuapi bayi. Saya sendiri
geli melihat bayi makan. Bubur itu sepertinya tidak pernah mau masuk ke dalam
perut. Hanya keluar masuk dari bibirnya. Ibu mertua saya yang paling telaten.
Kadang-kadang satu mangkuk kecil masih nambah jika ibu yang menyuapi.
Jika siang saya sering tidur dengan anak saya. Saya senang sekali menatap
wajah mungilnya, Saya juga mulai pintar mengganti popok dan memberinya susu.
Hanya kalau malam anak saya tidur dengan ibu mertua. Soalnya kalau tidur malam,
saya susah bangun. Biar anak menangis keras-keras saya sulit bangun.
Siang itu, sepulang dari kantor, seperti biasa saya cuci muka dan tangan
lalu rebahan di kamar. Badan saya agak meriang. Mungkin saya akan terkena
radang tenggorokan. Kerongkongan saya agak sakit buat menelan…join kehokipoker.win
Ketika ibu hendak menaruh anak saya untuk tidur (kalau siang anak saya
biasa tidur dua-tiga kali), dengan terbata-bata saya bilang, “Bu, boleh Nisa
tidur sama Ibu?”
Nisa anak saya terlanjur ditaruh di sebelah saya.
“Ya boleh tho. Memangnya kenapa?” tanya ibu melepas selendang gendongan.
“Badan saya agak meriang, saya ingin istirahat,” kata saya.
“Rosi dan Niken sudah pulang Bu?”
Ibu tidak menjawab. Punggung tangannya ditempelkan ke dahi saya.
“Wah, badan kamu panas. Ya sudah Nisa biar tidur di kamar Ibu. Kamu
istirahat saja. Ayuk cucu, bobo sama eyang ya?”
Ibu pelan-pela mengangkat Nisa. Lega rasanya saya. Saya benar-benar
ingin istirahat tanpa diganggu tangisan anak..pasang togelmu di gotogel.net
Setelah Ibu keluar dari kamar, saya segera tidur mendekap guling.
Benar-benar sakit semua badan saya. Kepala juga mulai berat. Saya mencoba
mengurangi rasa sakit dengan memijit-mijit dahi dan kening.
“Nak Andy sudah minum obat?” tanya Ibu di ambang pintu.
“Belum, Bu. Nggak usah. Nanti saja.”
Dengan badan seperti ini rasanya saya pengin dikerik. Dulu waktu masih
bujang saya sealu minta kerik ibu saya. Jika sudah dikerik badan terasa ringan
dan bugar. Tapi mau minta kerik sama ibu mertua sungkan. Dulu memang pernah sih
dikerik ibu mertua. Tapi itu karena setelah ibu melihat saya dan istri saya
bersitegang soal kerik-mengerik. Istri saya tidak mau mengerik saya. Bukan apa-apa,
dia tidak suka cara itu. Katanya itu berakibat buruk bagi tubuh. Istri saya
memang doctor minded. Maklum dia dealer obat-obatan, Dia lebih mempercayai
dokter dan obat daripada cara-cara penyembuhan tradisional.
Melihat kami bersitegang ayah mertua saya membela saya, dan menyuruh ibu
mengerik saya.
Kini saya sebenarnya sangat ingin dikerik. Seolah tahu pikiran saya, ibu
menawarinya.
“Mau ibu kerik?”
“Mm terserah ibu saja,” kata saya.
Dalam hati saya bersorak. Ibu memanggil Mak Jah minta diambilkan minyak
bayi (baby oil) dan ulang logam. Sejurus kemudian Mak Jah datang.
“Kamu lagi ngapain?” tanya mertua saya.
“Setrika baju, Bu”
“Ya sudah..” Ibu duduk di tepi ranjang.
“Lepaskan bajunya,” kata ibu.
Saya melepas baju dan celana panjang saya. Saya bungkus bagian bawah
tubuh saya dengan kain sarung, lalu tengkurap. Ibu mulai mengerik bagian
punggung. Nikmat rasanya. Kadang-kadang saja terasa sakit. Mungkin itu karena
di daerah situ ada penyumbatan aliran darah. Entahlah.
“Merah semua nih Nak Andy,” komentar ibu mertua. Saya hanya bergumam.
Ibu mertua memang pandai mengerik. Bahkan lebih pandai dibanding ibu
saya. Secara keseluruhan tidak menimbulkan rasa pedih. Bahkan seperti dipijat
utur. Saya benar-benar rileks dibuatnya, Apalagi kalau ngerik ibu ini sangat sabar.
Hampir tiap jengkal badan saya dikerik. Ibu menarik kain sarung, dan sedikit
menurunkan CD saya, lalu mengerik bagian pantat. Sudah itu bagian paha. Selesai
paha aku diminta membalikkan badan. Dikeriknya dada saya. Yang ini agak berat.
Saya banyak gelinya. Alalagi kalau arah kerikan menuju bagian ketiak. Uhh
seperti digelitik. Saya berkali-kali merapatkan tangan saya menahan geli. Ibu
tersenyum melihatnya. Setelah beberapa saat badan saya mulai beradaptasi. Rasa
geli berkurang. Saya mulai membuka mata yang tadi ikut terpicing menahan geli.
Saya liat wajah ibu mertua saya.
Mungkin kalau tua nanti istri saya akan seperti ini ya. Umur ibu sekitar
50 tahun. Masih ada sisa-sisa kecantikan. Bagian wajahnya masih terlihat
kencang. Hanya bagian leher dan lengan yang tampak memperlihatkan usianya.
Kasihan sebenarnya, usia segitu sudah ditinggal suami.
Tiba-tiba badan saya tergelinjang. Refleks saya mencengkeram lengan ibu.
Rupanya ibu mulai mengerik bagian perut. Ini yang membuat saya geli. Bahkan
sangat geli. Bulu kuduk saya ikut berdiri. Ibu terus mengerik perut saya, dan
saya terus mencengkeram lengan ibu. Sesekali saya mengangkat bagian perut dan
pinggul saya hingga menyentuh tubuh ibu. Gesekan-gesekan itu ternyata
mnimbulkan rangsangan pada penis saya. Sedikit demi sedikit penis saya
mengembang. Tegang. Gila. Nafsu saya juga muncul perlahan-lahan. Saya bahkan
dengan sengaja menempelkan bagian penis saya ke pinggang ibu. Sedikit
menekannya dengan berpura-pura geli oleh kerikannya. Padahal tidak. Saya sudah
mulai beradap tasi lagi. Tangan saya masih mencengkeram lengan ibu.
Jantung saya berdebar-debar ketika ibu menurunkan sarung. Di hadapannya
tubuh bawah saya terbungkus CD dengan isi yang menegang dengan sempurna.
Maksimal. Sesekali saya lihat ibu melirik ke arah penis saya. Diturunkannya
bagian atas CD saya. Hanya sedikit. Ahh padahal saya berharap seluruhnya
ditanggalkan. Saya rasakan ujung penis saya tersembul keluar. Mustahil ibu tak
meihatnya. Saya tatap wajahnya. Wajahnya tak menampakkan reaksi apa-apa.
Mungkinkah perempuan ini sudah tawar terhadap seks? Ataukah dia menganggap saya
tak lebih dari anaknya sendiri? Apakah dia pernah melihat penis lain selain
milik suaminya?
Kerikan di bagian bawah perut menimbulkan sensasi yang luar biasa.
Sesekali secara tak sengaja tangan ibu menyentuh ujung penis saya. Seperti
dikocok dengan lembut. Saya telah benar-benar terangsang. Birahi saya membakar
kepala saya. Saya beranikan diri mengelus lengan ibu.
“Ibu makasih sudah mau mengerik badan saya,” kata saya gemetar.
Ibu cuma tersenyum. Saya tak tahu artinya. Ia terus mengerik. Saya
memberanikan diri menurunkan sedikit lagi CD saya, sehingga separuh penis saya
keluar.
“Bagian sini juga kan Bu?” kata saya menunjuk selangkangan.
“Iya,” suara ibu bergetar.
Sentuhan tangannya ke arah penis saya makin sering. Makin nikmat
rasanya. Saya makin tak tahan. Saya turunkan sedikit lagi CD saya, dan kini
terbukalah seluruhnya. Saya rasakan kerikan ibu sudah mulai kacau. Saya tahu
ibu mulai terpengaruh oleh pemandangan di depannya. Ya. Mustahil kalau tidak.
Bagaimana pu dia perempauan biasa, dan saya laki-laki asing.
Saya pegang tangan ibu, saya bimbing dengan pelan dan cemas menuju penis
saya. Saya taruh tangan itu di sana. Tak ada reaksi. Tangan itu hanya diam.
Saya berusaha menggerak-gerakan penis saya. Sekali waktu saya sentakkan.
“Bu..” saya mendesis dan menggerak-gerakkan pinggul saya.
Ibu sudah tak konsentrasi lagi di kerikan. Gerakannya sudah bukan lagi
gerakan mengerik, tapi lebih menyerupai garukan. Saya usap punggung ibu. Saya
telusuri lekuk badannya. Dia mengenakan daster. Saya rasakan tali BH di
punggungnya. Saya jadi penasaran seperti apa rupa payudara perempuan 50 tahun.
Ibu meremas-remas penis saya, mengocoknya perlahan. Saya buka resluiting
dasternya. Saya buka kancing BH-nya. Saya remas kulit punggung. Memang tidak
sekenyal istri saya atau Rosi. Tapi putihnya tetap membuat saya makin
terangsang. Saya rebahkan tubuh ibu, saya cium pipinya, telinga, leher dan
bibirnya. Kami berciuman penuh nnafsu. Saya lepaskan dasternya di bagian atas.
Hmm, payudara yang kendur. Tapi apa peduli saya. Saya telah dikuasai oleh nafsu.
Saya ciumi payudara itu, saya hisap, saya remas. Ibu menggeliat-geliat dan
mengocok penis saya. Saya turukan CD-nya. Ahh seperti apakah rupa memek
perempuan 50 tahun? Seperti apakah rasanya?
Memek itu dibalut rambut yang amat lebat. Sepintas tak ada bedanya
dengan milik istri saya. Sama-sama kenyalnya. Perbedaan baru saya ketahu
setelah penis saya menyentuh lubang vaginanya. Terasa kendurnya. Tetapi
gerakan-gerakan yang dilakukan ibu memberikan efek yang fantastis bagi saya.
Saya belum pernah merasakan yang seperti itu. Istri saya seperti telah saya
ceritakan, tidak enjoy dengan seks. Tampaknya seks adalah bagian dari kewajiban
rumah tangga, sehingga persetubuhan kami pun lebih mirip formalitas. Orgasme
yang dia dapatkan tampakya tak pernah mengubah sikapnya terhadap seks.
Kini di bawah saya, ibu mertua seperti mengajarkan kepada saya,
bagaimana seorang perempuan sejati di atas ranjang. Penis saya seperti
diputar-putar, diremas-remas oleh memeknya. Luar biasa. Saya lebih banyak diam.
Hanya bibir dan tangan saya yang bergerak ke sana-kemari, sedangkan bagian
pinggul hanya diam menerima semua perlakukan ibu.
Ibu merintih-rintih, mengerang..wikk wiikk wiikkk..aahh ahhh ahhhh..iiihh iiihh iihh ughh uugghh uugghhh.., lalu mendekap saya. Gerakannya makin
hebat, membuat saya tak tahan lagi. Saya menggenjot pinggul sekuat tenaga,
dengan kecepatan penuh. Kedua kaki ibu menekan betis saya, bibirnya mencium dan
mengisap leher saya. Lalu diciumnya bibir saya dengan rakus. Hampir digigitnya.
Dan srrt srtt srtt sperma saya memancar di dalam vaginanya. Saya tahu ini akan
aman bagi rahim ibu. Senyap di dalam kamar. Tubuh saya lemas, tapi pikiran jadi
jernih. Ibu bergegas membetulkan letak dasternya, mengenakan CD, dan menghilang
dari hadapan saya. Saya tertidur. Malas mau ke kamar mandi.
Peristiwa itu membuat hubungan saya dengan ibu menjadi kaku. Ibu
berusaha menghindari berdua dengan saya. Beliau juga hanya bicara seperlunya.
Tampaknya beliau amat terpukul atau malu. Saya sendiri berusaha bersikap wajar.
Apa yang telah terjadi antara saya dengan Mbak Maya dan Rosi telah mengajarkan
saya bagaimana bersikap wajar setelah terjadinya skandal. Beda dengan ibu dan
Mbak Maya yang berubah drastis. Mereka cenderung murung..TAMAT
Video Live Wikk Wik Wiik :
No comments:
Post a Comment